Dalam suatu maqalah yang disebutkan dalam karya monumental Imam al-Ghazali, yakni Kitab Ihya Ulumuddin yang disadur dari kitab Qut al-Qulub dikatakan:
أَوَّلُ مَا ظَهَرَ مِنَ
الْبِدَعِ بَعْدَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ اْلمَنَاخِلُ
وَاْلأُشْنَانُ وَالْمَوَائِدُ وَالشَّبْعُ
Artinya: Perbuatan
baru yang pertama kali muncul sesudah Rasulullah Saw. wafat (dan tidak pernah
dilakukan sebelumnya oleh para sahabat) ada empat, yaitu menggunakan ayakan
untuk menyaring tepung, memakai kain lap untuk membersihkan sisa makanan pada
bagian luar mulut, penggunaan meja makan, dan makanan yang mengenyangkan.
Beberapa
contoh perilaku dari sahabat Nabi di atas menegaskan kembali apa makna
sesungguhnya dari kebersihan atau kesucian sebagian daripada iman. Para sahabat
tersebut yang diberi sifat oleh Nabi sebagai kaum terbaik secara
sungguh-sungguh dan gigih berusaha untuk membersihkan hati dan nurani mereka
dari segala sifat tercela. Mereka tidak terlalu memedulikan bagaimana
penampilan lahiriahnya. Tapi, mereka mempunyai idealisme yang tinggi untuk
selalu menjernihkan hati dari kotoran-kotoran penyakitnya. Inilah
teladan-teladan yang patut kita contoh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Hujjah al-Islam Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam karya monumentalnya, yakni kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan empat tingkatan dalam aktivitas bersuci dan bebersih seorang manusia. Keempat tangga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
- Tingkatan yang pertama adalah menyucikan tubuh dari segala bentuk hadats, kotoran, dan benda menjijikkan lainnya (تَطْهِيرُ الظَّاهِرِ عَنِ الْأَحْدَاثِ وَعَنِ الْأَخْبَاثِ وَالْفَضَلَاتِ). Dalam tingkatan ini, seorang manusia masih sebatas membersihkan tubuh yang kasat mata atau lahiriah saja. Mereka wudu, mandi, membasuh muka, menghilangkan kotoran yang menempel di tubuh, dll. Tingkatan ini adalah tingkat terendah dalam proses penyucian diri manusia. Dan hampir semua manusia yang masih memiliki akal dan kesadaran pasti akan bisa melaluinya, bahkan perhatiannya bisa berlebihan.
- Tingkatan yang kedua adalah menyucikan setiap anggota tubuh dari segala perbuatan buruk dan yang mengandung dosa (تَطْهِيرُ الْجَوَارِحِ عَنِ الْجَرَائِمِ وَالْآثَامِ). Dalam tangga yang kedua ini, seorang manusia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjauhi dan menghindari perbuatan bejat dan dosa yang dilakukan oleh tubuh, seperti mencuri, zina, sumpah palsu, dll.
- Tingkatan yang ketiga adalah menyucikan qalbu (hati) dari segala perbuatan dan akhlak tercela berikut sifat-sifat keji lainnya (تَطْهِيرُ الْقَلْبِ عَنِ الْأَخْلَاقِ الْمَذْمُومَةِ وَالرَّذَائِلِ الْمَمْقُوتَةِ). Dalam tingkat ketiga ini seseorang akan berusaha untuk membersihkan dan menyucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati yang tidak kasat mata dan sangat samar.
- Tingkatan yang keempat adalah menyucikan jiwa dari yang selain Allah Swt. (تَطْهِيرُ السِّرِّ عَمَّا سوى الله تعالى). Martabat ini adalah tingkatan yang paling tinggi dan paling sempurna yang hanya dimiliki oleh para Nabi dan shiddiqin.
Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui oleh manusia secara hierarkis. Manusia tidak bisa menggapai tingkat yang lebih tinggi sebelum dia melalui tingkat yang lebih rendah atau ada di bawahnya. Seorang hamba tidak akan dapat menggapai derajat menyucikan tubuh dari perbuatan dosa sebelum dia mampu melaksanakan bersuci dari hadats, najis, atau kotoran. Begitu pula seorang hamba tidak akan mampu menjangkau derajat orang yang dapat membersihkan hatinya dari akhlak tercela sebelum dia berhasil menjauhkan anggota badannya dari perbuatan keji dan dosa. Quote di bawah ini mungkin bisa menjelaskan mengapa tingkatan tersebut harus dilalui satu per satu.
وَكُلَّمَا عَزَّ
الْمَطْلُوْبُ وَشَرُفَ صَعُبَ مَسْلَكُهُ وَطَالَ طَرِيْقُهُ وَكَثُرَتْ
عَقَبَاتُهُ فَلَا تَظُنَّنَّ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ يُدْرَكُ بِاْلمُنَى وَيُنَالُ
بِاْلهُوَيْنَا
Artinya: Setiap sesuatu
yang dicari bernilai tinggi dan mulia, maka jalan yang ditempuh akan sangat
sulit dan panjang serta akan banyak menemukan rintangan. Maka janganlah kamu
berpikir dan berprasangka bahwa perkara ini akan dapat digapai dengan
angan-angan dan bisa diperoleh dengan kemalasan
Sebagai seorang muslim, sudah
sepatutnya kita menerapkan pola hidup bersih, yakni gaya hidup yang bersih dan
bebas dari segala kotoran atau sesuatu yang dianggap kotor. Cara yang dapat
dilakukan di antaranya adalah wudu, mandi, menghilangkan najis, tidak mengotori
lingkungan, menghindari hal-hal yang menjijikkan, dll. Jika telah mampu
menerapkan pola hidup bersih ini maka seorang muslim telah melewati tangga
pertama dari tingkatan bersuci.
Apabila telah mampu dengan
baik menjalankan pola hidup bersih, maka alangkah baiknya jika seorang muslim
mulai menapaki tangga yang kedua dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan
dosa, syirik, berzina, mengonsumsi makanan dan minuman haram, perbuatan seks
menyimpang, dan segala perbuatan yang menyalahi aturan syariat agama. Tingkatan
ini pasti lebih sukar untuk dilakukan dan membutuhkan tekad yang
sungguh-sungguh untuk melewatinya.
Bilamana telah dirasa bisa
menaklukkan tangga yang kedua, maka cobalah untuk menjajaki tangga yang ketiga
dengan mulai berusaha menyucikan hati dari penyakit-penyakit batin, semisal riya’,
sum’ah, ta’ajjub, kibr, hasad, ghibah, dll.
yang mana mereka masih sering terlintas di hati meskipun tidak ditunjukkan
dalam tindakan.
Bagi masyarakat awam layaknya
kita, mungkin tidak bisa untuk menggapai tangga kesucian yang keempat. Karena
pada tingkatan ini seseorang menyucikan hati mereka dari segala sesuatu selain
Allah Swt. Hati mereka selalu mengingat-Nya dan setiap aktivitas yang mereka
lakukan selalu didasarkan atas rasa ikhlas lillahi ta’ala. Mereka yang
bisa menggapai tingkat ini hanyalah para Nabi dan shiddiqin, yaitu
orang-orang yang teguh keimanannya kepada kebenaran Nabi dan Rasul.
Sayyid Muhammad bin Muhammad
Al-Zubaidi dalam kitab Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin bi Syarh Ihya Ulumiddin
menjelaskan bahwa tingkat pertama dalam bersuci itu adalah maqam atau
derajat bagi orang saleh dari kalangan muslimin. Sedang tingkat yang kedua
adalah maqam bagi orang saleh dari kalangan mukminin. Tingkat ketiga
adalah maqam bagi para syuhada’ dan tingkat yang terakhir adalah maqam
bagi para anbiya’ dan shiddiqin.
Semoga kita bisa istiqomah meningkatkan derajat kesucian kita dengan bertakwa kepada Allah Swt. Karena sebaik-baik harta rampasan perang adalah bertakwa kepada-Nya. (اِنَّ تَقْوَى رَبِّنَا خَيْرُ نَفَلٍ)
Referensi
Posting Komentar untuk "Benarkah Kebersihan Adalah Sebagian Daripada Iman? (2)"