Benarkah Kebersihan Adalah Sebagian Daripada Iman? (2)


Dalam suatu maqalah yang disebutkan dalam karya monumental Imam al-Ghazali, yakni Kitab Ihya Ulumuddin yang disadur dari kitab Qut al-Qulub dikatakan:

أَوَّلُ مَا ظَهَرَ مِنَ الْبِدَعِ بَعْدَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ اْلمَنَاخِلُ وَاْلأُشْنَانُ وَالْمَوَائِدُ وَالشَّبْعُ

Artinya: Perbuatan baru yang pertama kali muncul sesudah Rasulullah Saw. wafat (dan tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh para sahabat) ada empat, yaitu menggunakan ayakan untuk menyaring tepung, memakai kain lap untuk membersihkan sisa makanan pada bagian luar mulut, penggunaan meja makan, dan makanan yang mengenyangkan.

Beberapa contoh perilaku dari sahabat Nabi di atas menegaskan kembali apa makna sesungguhnya dari kebersihan atau kesucian sebagian daripada iman. Para sahabat tersebut yang diberi sifat oleh Nabi sebagai kaum terbaik secara sungguh-sungguh dan gigih berusaha untuk membersihkan hati dan nurani mereka dari segala sifat tercela. Mereka tidak terlalu memedulikan bagaimana penampilan lahiriahnya. Tapi, mereka mempunyai idealisme yang tinggi untuk selalu menjernihkan hati dari kotoran-kotoran penyakitnya. Inilah teladan-teladan yang patut kita contoh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Hujjah al-Islam Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam karya monumentalnya, yakni kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan empat tingkatan dalam aktivitas bersuci dan bebersih seorang manusia. Keempat tangga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Tingkatan yang pertama adalah menyucikan tubuh dari segala bentuk hadats, kotoran, dan benda menjijikkan lainnya (تَطْهِيرُ الظَّاهِرِ عَنِ الْأَحْدَاثِ وَعَنِ الْأَخْبَاثِ وَالْفَضَلَاتِ). Dalam tingkatan ini, seorang manusia masih sebatas membersihkan tubuh yang kasat mata atau lahiriah saja. Mereka wudu, mandi, membasuh muka, menghilangkan kotoran yang menempel di tubuh, dll. Tingkatan ini adalah tingkat terendah dalam proses penyucian diri manusia. Dan hampir semua manusia yang masih memiliki akal dan kesadaran pasti akan bisa melaluinya, bahkan perhatiannya bisa berlebihan.
  2. Tingkatan yang kedua adalah menyucikan setiap anggota tubuh dari segala perbuatan buruk dan yang mengandung dosa (تَطْهِيرُ الْجَوَارِحِ عَنِ الْجَرَائِمِ وَالْآثَامِ). Dalam tangga yang kedua ini, seorang manusia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjauhi dan menghindari perbuatan bejat dan dosa yang dilakukan oleh tubuh, seperti mencuri, zina, sumpah palsu, dll.
  3. Tingkatan yang ketiga adalah menyucikan qalbu (hati) dari segala perbuatan dan akhlak tercela berikut sifat-sifat keji lainnya (تَطْهِيرُ الْقَلْبِ عَنِ الْأَخْلَاقِ الْمَذْمُومَةِ وَالرَّذَائِلِ الْمَمْقُوتَةِ). Dalam tingkat ketiga ini seseorang akan berusaha untuk membersihkan dan menyucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati yang tidak kasat mata dan sangat samar.
  4. Tingkatan yang keempat adalah menyucikan jiwa dari yang selain Allah Swt. (تَطْهِيرُ السِّرِّ عَمَّا سوى الله تعالى). Martabat ini adalah tingkatan yang paling tinggi dan paling sempurna yang hanya dimiliki oleh para Nabi dan shiddiqin.

Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui oleh manusia secara hierarkis. Manusia tidak bisa menggapai tingkat yang lebih tinggi sebelum dia melalui tingkat yang lebih rendah atau ada di bawahnya. Seorang hamba tidak akan dapat menggapai derajat menyucikan tubuh dari perbuatan dosa sebelum dia mampu melaksanakan bersuci dari hadats, najis, atau kotoran. Begitu pula seorang hamba tidak akan mampu menjangkau derajat orang yang dapat membersihkan hatinya dari akhlak tercela sebelum dia berhasil menjauhkan anggota badannya dari perbuatan keji dan dosa. Quote di bawah ini mungkin bisa menjelaskan mengapa tingkatan tersebut harus dilalui satu per satu.


وَكُلَّمَا عَزَّ الْمَطْلُوْبُ وَشَرُفَ صَعُبَ مَسْلَكُهُ وَطَالَ طَرِيْقُهُ وَكَثُرَتْ عَقَبَاتُهُ فَلَا تَظُنَّنَّ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ يُدْرَكُ بِاْلمُنَى وَيُنَالُ بِاْلهُوَيْنَا


Artinya: Setiap sesuatu yang dicari bernilai tinggi dan mulia, maka jalan yang ditempuh akan sangat sulit dan panjang serta akan banyak menemukan rintangan. Maka janganlah kamu berpikir dan berprasangka bahwa perkara ini akan dapat digapai dengan angan-angan dan bisa diperoleh dengan kemalasan


Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menerapkan pola hidup bersih, yakni gaya hidup yang bersih dan bebas dari segala kotoran atau sesuatu yang dianggap kotor. Cara yang dapat dilakukan di antaranya adalah wudu, mandi, menghilangkan najis, tidak mengotori lingkungan, menghindari hal-hal yang menjijikkan, dll. Jika telah mampu menerapkan pola hidup bersih ini maka seorang muslim telah melewati tangga pertama dari tingkatan bersuci.


Apabila telah mampu dengan baik menjalankan pola hidup bersih, maka alangkah baiknya jika seorang muslim mulai menapaki tangga yang kedua dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan dosa, syirik, berzina, mengonsumsi makanan dan minuman haram, perbuatan seks menyimpang, dan segala perbuatan yang menyalahi aturan syariat agama. Tingkatan ini pasti lebih sukar untuk dilakukan dan membutuhkan tekad yang sungguh-sungguh untuk melewatinya.


Bilamana telah dirasa bisa menaklukkan tangga yang kedua, maka cobalah untuk menjajaki tangga yang ketiga dengan mulai berusaha menyucikan hati dari penyakit-penyakit batin, semisal riya’, sum’ah, ta’ajjub, kibr, hasad, ghibah, dll. yang mana mereka masih sering terlintas di hati meskipun tidak ditunjukkan dalam tindakan.


Bagi masyarakat awam layaknya kita, mungkin tidak bisa untuk menggapai tangga kesucian yang keempat. Karena pada tingkatan ini seseorang menyucikan hati mereka dari segala sesuatu selain Allah Swt. Hati mereka selalu mengingat-Nya dan setiap aktivitas yang mereka lakukan selalu didasarkan atas rasa ikhlas lillahi ta’ala. Mereka yang bisa menggapai tingkat ini hanyalah para Nabi dan shiddiqin, yaitu orang-orang yang teguh keimanannya kepada kebenaran Nabi dan Rasul.


Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Zubaidi dalam kitab Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin bi Syarh Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa tingkat pertama dalam bersuci itu adalah maqam atau derajat bagi orang saleh dari kalangan muslimin. Sedang tingkat yang kedua adalah maqam bagi orang saleh dari kalangan mukminin. Tingkat ketiga adalah maqam bagi para syuhada’ dan tingkat yang terakhir adalah maqam bagi para anbiya’ dan shiddiqin.


Semoga kita bisa istiqomah meningkatkan derajat kesucian kita dengan bertakwa kepada Allah Swt. Karena sebaik-baik harta rampasan perang adalah bertakwa kepada-Nya. (اِنَّ تَقْوَى رَبِّنَا خَيْرُ نَفَلٍ)


Referensi

Al-Ghazali, Abu Hamid. 2021. Ihya’ Ulum ad-Din. Jeddah: Dar al-Minhaj.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2014. Tafsir Al-Qur’an Tematik. Jakarta: Kamil Pustaka.
Al-Zubaidi, Muhammad bin Muhammad. Tt. Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin bi Syarh Ihya Ulumiddin. Dar al-Fikr.


Oleh: Ahmad Qoys

Posting Komentar untuk "Benarkah Kebersihan Adalah Sebagian Daripada Iman? (2)"