Permasalahan bi’dah tidak pernah ada ujungnya. Sebagian kelompok tidak jarang membid’ahkan kelompok yang lain. Hal tersebut sebenarnya bermuara pada satu asal yaitu ketidak- sepakatan mengenai pemahaman dalil bid’ah itu sendiri. Dari riwayat sahabat Jabir r.a, Rosulullah saw memang pernah mengatakan “sebaik-baik Nya perkataan ialah Al Qur’an dan sebaik-baik Nya petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad saw dan seburuk-buruk Nya perkara ialah perkara yang diada-adakan dan setiap yang diada-ada (baru) itu sesat”.[1] Hadis ini memiliki berbagai pemahaman dari ulama’. Diantara Nya Imam As Syafi’i beliau memahami hadis ini bahwa perkara baru itu terbagi menjadi dua yaitu ada yang menyalahi al qur’an, hadis, kaul sahabat dan ijma’, maka perkara yang semacam ini dihukumi bid’ah yang sesat. Sedangkan perkara baru yang tidak menyalahi empat sumbe r tersebut maka tidak tercela.[2]
Adanya klasifikasi bid’ah memang sangat diperlukan, karena jika tidak diklasifikasi maka ummat akan mengalami kesulitan dalam menjalani rutinitas keseharian Nya, dimana kesulitan itu tidak diharapkan terjadi oleh syari’at. Klasifikasi bid’ah adakalanya secara syar’i dan lughowi. Imam Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “bid’ah secara syar’i ialah setiap sesuatu yang baru yang tidak memilliki tendensi dalil. Jika memilliki tendensi dalil maka tidak dinamakan bid’ah. Setiap bid’ah dalam syar’i itu tercela. Sedangkan yang dimaksud bid’ah secara lughowi ialah setiap sesuatu yang baru yang tidak memiliki kesamaan dengan yang lain baik terpuji maupun tercela.”[3]
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah membagi bid’ah secara luhgowi menjadi dua yaitu bid’ah hasanah (terpuji) dan bid’ah sayyi’ah (tercela). Namun, klasifikasi ini ditolak dan ditentang habis-habisan oleh Wahabi, karena mereka sejak awal tidak mau membedakan antara bid’ah secara syar’i dan lughowi. Mereka tetap berpegang teguh terhadap hadis nabi yang menyatakan “setiap perkara yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. Ketika Wahabi enggan menerima pembagian bid’ah sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, mereka sadar bahwa ternyata banyak perbuatan sehari-hari mereka yang tidak selalu sesuai dengan dalil dan kehidupan Rosulullah saw. Seperti ketika mereka menaiki mobil, memiliki telepon, bermain sepak bola, dll. Sehingga otomatis mereka melakukan bid’ah. Oleh karena itu mereka terpaksa membagi bid’ah namun dengan membuat istilah baru yang tidak sama dengan milik Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yaitu bid’ah ukhrowiyyah (bid’ah yang besifat ukhrowi : tidak boleh) dan bid’ah dunyawiyyah (bid’ah yang besifat duniawi : boleh)
Menjadi aneh jika Wahabi menolak, menyalahkan bahkan melebeli fasik dan sesat Ahlus Sunnah Wal Jama’ah karena membagi bid’ah menjadi hasanah dan sayyi’ah disamping mereka sendiri juga membagi bid’ah menjadi ukhrowiyah dan duniawiyah. Mereka berargumen bahwa yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah merupakan kesalahan besar karena tidak mengikuti hadis Rosulullah saw dan menganggap bahwa bid’ah hasanah dan sayyi’ah tidak ada di zaman nabi dan para sahabat juga tidak pernah membagi bid’ah sebagimana Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jika memang demikian, lantas mengapa mereka sendiri juga membagi bid’ah menjadi ukhrowiyah dan duniawiyah? Bukankah dua macam bid’ah tersebut juga tidak ada di zaman nabi dan para sahabat juga tidak pernah membagi bid’ah seperti mereka?[4]
Inti dari perbedaan antara Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Wahabi dalam memahami bid’ah hanya dari segi pemahaman saja. Dimana Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memahami bahwa bid’ah adakalanya yang bersifat syar’i dan lughowi. Sedangkan Wahabi hanya memahami bahwa bid’ah hanyalah bersifat syar’i saja. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan tegas juga sepakat bahwa bid’ah dalam hal syar’i tidak boleh bahkan sesat.
.
.
Oleh : Ahmad Fauzi
Refrensi :
[1] Imam Syarfuddin Al Husaini. Syarh Al Misykah Li Al Tibi Al Kasyif An Haqoiqi Al Sunan. Juz 2. H 640.
[2] Ibnu Hajar Al Asqolani. Fathu Al Bari Li Ibn Hajar. Juz 13. H 253.
[3] Ibnu Hajar Al Asqolani. Fathu Al Bari Li Ibn Hajar. Juz 13. H 253.
[4] Sayyid Muhammad Ibn Alawi Al Maliki Al Hasani. Mafahim Yajibu An Tushohhah. Juz 1. H 113.
Posting Komentar untuk "Ternyata Wahabi Juga Menerima Bid’ah!"