TENTANG MUSAWWIGHAT


Kosep musawwighat, merupakan pembahasan yang selalu terdengar pada saat kita membahas tentang materi mubtada’. Pada dasarnya mubtada’ harus terbentuk dari isim makrifat, akan tetapi dalam konteks tertentu, terkadang mubtada’ memungkinkan untuk terbuat dari isim nakirah, dengan catatan, ada faktor-faktor yang mampu menaiktingkatkan status isim nakirah tersebut menjadi nakirah mufidah, faktor-faktor inilah yang dalam kemudian dinamakan dengan “musawwighat”.

Faktor-faktor yang masuk dalam kategori musawwighat antara lain adalah:

1)         Dimudlafkan 

Contoh: خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ

Artinya: “Shalat lima waktu itu telah diwajibkan oleh Allah”.

2)         Diberi na’at

Contoh: لَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ artinya: “Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik”.

3)         Khabarnya berupa jer-majrur atau dharaf yang didahulukan dan mubtada’nya diakhirkan dari khabarnya. Contoh:

·         وَعَلىَ الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ

Artinya: “dan wajib bagi orang-orang yang melakukannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah.”

·         وَفَوْقَ كُلِّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ

Artinya: “Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui”.

4)         Jatuh setelah nafi, istifham, لَوْلَا, atau إِذَا الْفُجَائِيَّةُ [1].

Contoh:

*      مَا أَحَدٌ عِنْدَنَا artinya: “Tidak seorang pun bersama kami”.

*      أَإِلهٌ مَعَ اللهِ ؟

Artinya: “Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?”.

*      لَوْلَا اصْطِبَارٌ لَأَوْدَى كُلُّ ذِي مِقَةٍ...لَمَّا اسْتَقَلَّتْ مَطَايَاهُنَّ لِلظَّعْنِ

Artinya: “Kalau bukan karena kesabaran, niscaya akan lenyap segala yang memiliki cinta… ketika binatang tunggangan mereka bebas pergi”.

*      خَرَجْتُ فَاِذَا أَسَدٌ رَابِضٌ

Artinya: “Saya keluar tiba-tiba seekor singa mengaung”.

5)         Menjadi ‘amil.

Contoh: إِعْطَاءٌ قِرْشًا فِي سَبِيْلِ الْعِلْمِ يَنْهَضُ بِالْأُمَّةِ [2]

Artinya: “Memberikan harta untuk kepentingan ilmu akan membangkitkan umat”.

6)         Berupa isim mubham.[3] (Isim syarat, isim istifham, مَا ta’ajjubiyyah dan كَمْ khabariyyah)

Contoh:

*      مَنْ يَجْتَهِدْ يُفْلِحْ

Artinya: “Barang siapa yang mencurahkan seluruh kemampuannya maka ia akan menang”.

*      مَنْ مُجْتَهِدٌ ؟ artinya: “Siapakah orang bersungguh-sungguh?”.

*      مَا أَحْسَنَ الْعِلْمَ ! artinya: “Alangkah baiknya ilmu itu”.

*      كَمْ مَأْثَرَةٍ لَكَ ! artinya: “Betapa banyak kemuliaan bagimu”.

7)         Berfungsi sebagai “doa”.

Contoh: سَلَامٌ عَلَيْكُمْ

Artinya: “Keselamatan selalu menyertaimu”.

8)         Menggantikan posisi maushuf yang dibuang.

Contoh: عَالِمٌ خَيْرٌ مِنْ جَاهِلٍ

Artinya: “Orang pandai lebih baik dari pada orang bodoh”.

Contoh di atas asalnya adalah: رَجُلٌ عَالِمٌ خَيْرٌ مِنْ جَاهِلٍ.

9)         Berfaidah tanwi’, tafshil, atau taqsim (berfungsi sebagai rincian).

Contoh: فَأَقْبَلْتُ زَحْفًا عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ ... فَثَوْبٌ لَبِسْتُ، وَثَوْبٌ أَجُرُّ

Artinya: “Saya telah menghadap dengan membungkuk di atas kedua lutut… satu pakaian saya kenakan, dan pakaian yang lain saya lepas”.

10)    Di’athafkan atau di’athafi oleh isim ma’rifat.

Contoh:

*      خَالِدٌ وَرَجُلٌ يَتَعَلَّمَانِ

Artinya: “Khalid dan seorang laki-laki sedang belajar”.

*      رَجُلٌ وَخَالِدٌ يَتَعَلَّمَانِ الْبَيَانَ

Artinya: “Seorang laki-laki dan khalid sedang belajar ilmu bayan”.

11)    Di’athafkan atau di’athafi oleh isim nakirah mufidah.

Contoh:  

*      قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أذًى

Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)”.

*      طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوْفٌ أَمْثَلُ مِنْ غَيْرِهِ

Artinya: “Ketaatan dan perkataan yang baik lebih sepadan dibandingkan dengan yang lain”.

12)    Berfungsi sebagai jawaban.

Contoh: مَنْ عِنْدَكَ؟ رَجُلٌ

Artinya: “Siapakah yang berada di sampingmu? seorang laki-laki”.

Contoh di atas apabila dilengkapi berbunyi مَنْ عِنْدَكَ؟ عِنْدِيْ رَجُلٌ.



[1]إِذَا الْفُجَائِيَّةُ adalah إِذَا yang masuk pada jumlah ismiyyah. إِذَا الْفُجَائِيَّةُ  biasa diartikan dengan “tiba-tiba”.

[2] Lafadz إِعْطَاءٌ  sebenarnya tidak memungkinkan untuk ditentukan sebagai mubtada’ karena bukan termasuk dalam kategori isim ma’rifat, akan tetapi dalam contoh ini dapat ditentukan sebagai mubtada’ karena berfungsi sebagai ‘amil/mashdar yang beramal sebagaimana fi’ilnya. Lafadzقِرْشًا  menjadi maf’ul bih dari lafadz إِعْطَاءٌ, sedangkan khabar dari lafadz إِعْطَاءٌ adalah jumlah fi’liyyah yang terdiri dari يَنْهَضُ بِالْأُمَّةِ).

[3]Isim mubham oleh para ulama biasa diterjemahkan dengan:

مَا اِفْتَقَرَ فِي الدِّلَالَةِ عَلَى مَعْنَاهُ إِلَى غَيْرِهِ

Lebih lanjut lihat: Syihabuddin al-Andalusi, al-Hudud fi ‘Ilm al-Nahw (Madinah: al-Jami’ah al-Islamiyyah bi al-Madinah al-Munawwarah, 2001), 441. Menurut Musthafa al-Ghulayaini, yang termasuk dalam kategori isim mubham dalam konteks musawwighat antara lain: 1) isim syarath, 2) isim istifham, 3) ma ta’ajjubiyah (مَا التَّعَجُّبِيَّةُ), 4) kam khabariyyah (كَمْ الْخَبَرِيَّةُ). Baca: Al-Ghulayaini, Jami’al-Durus…, II, 225.   

Posting Komentar untuk "TENTANG MUSAWWIGHAT"