مَنْصُوْبٌ عَلَى نَزْعِ الْخَافِضِ

 

Selain pembahasan tentang isim-isim yang dibaca nashab (مَنْصُوْبَاتُ الْأَسْمَاءِ) yang berjumlah 13, sebenarnya masih ada lagi yang termasuk dalam kategori isim yang dibaca nashab, yaitu مَنْصُوْبٌ عَلَى نَزْعِ الْخَافِضِ.

Manshub ‘ala Naz’i al-Khafidl adalah isim yang dibaca nashab karena adanya pembuangan huruf jer. Pada dasarnya manshub ‘ala naz’i al-khafidl adalah susunan jer-majrur. Setelah huruf jernya dibuang, sebagai bukti dari pembuangan huruf jer, maka majrurnya dibaca nashab.

Manshub ‘ala naz’i al-khafidl dibagi menjadi dua;

a)     Mansuhub ‘ala naz’I al-khafid yang bersifat sama’iy

b)     Mansuhub ‘ala naz’I al-khafid yang bersifat qiyasiy.

Mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang bersifat sama’iy merupakan mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang sifatnya doktrinal, yaitu mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang ditentukan langsung oleh penggunaan orang Arab pada lafadz-lafadz tertentu, sehingga apakah pada nantinya kita menentukan lafadz terkait sebagai mansuhub ‘ala naz’i al-khafid ataukah tidak, tergantung pada; apakah orang Arab menganggapnya sebagai mansuhub ‘ala naz’i al-khafid ataukah tidak.

Contoh:

*     الْإِسْلَامُ لُغَةً artinya “Islam menurut bahasa...”[1]

(lafadz لُغَةً asalnya adalah فِى اللُّغَةِ)

*     الزَّكَاةُ اِصْطِلَاحًا artinya “Zakat menurut istilah...”

(lafadz اِصْطِلَاحًا asalnya adalah فِى الْاِصْطِلَاحِ).

*     الصَّلَاةُ شَرْعًا artinya “Shalat menurut syara’...”

(lafadz شَرْعًا asalnya adalah فِى الشَّرْعِ)

Mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang bersifat qiyasiy merupakan mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang tidak ditentukan langsung oleh penggunaan orang Arab pada lafadz-lafadz tertentu saja, sehingga apakah pada nantinya kita menentukan lafadz terkait sebagai mansuhub ‘ala naz’i al-khafid ataukah bukan, “tidak bergantung” pada; apakah orang Arab menganggapnya sebagai mansuhub ‘ala naz’i al-khafid ataukah tidak.

Mansuhub ‘ala naz’i al-khafid yang bersifat qiyasi ini, terletak pada lafadz-lafadz yang berupa susunan mashdar mu’awwal[2] yang pada dasarnya ia dimasuki oleh huruf jer namun ternyata huruf jernya dibuang[3].

Setiap kita bertemu dengan susunan lafadz yang berupa mashdar mu’awwal yang pada dasarnya ia dimasuki oleh huruf jer, namun realitas dari mashdar muawwal tersebut tertulis tanpa menggunakan huruf jer, maka mashdar mu’awwal yang tidak disertai huruf jer tersebut dapat kita tentukan/klaim sebagai mansuhub ‘ala naz’i al-khafid.

Contoh:

*        أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ أَكُوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ (البقرة: 67)

(lafadz أَنْ أَكُوْنَ asalnya adalah مِنْ أَنْ أَكُوْنَ)

*        شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ

(lafadz أَنَّهُ asalnya adalah بِأَنَّهُ)

*        {كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ} [الحشر: 7]

(lafadz كَيْ لَا يَكُونَ asalnya adalah لِكَيْ لَا يَكُونَ)

 

 

 

 

 

إعراب القرآن وبيانه (1/ 120)

الإعراب:

(وَإِذْ قالَ مُوسى لِقَوْمِهِ) : تكرر إعراب نظائرها (إِنَّ اللَّهَ) إن واسمها وجملة (يَأْمُرُكُمْ) خبرها (إِنَّ) حرف مصدريّ ونصب (تَذْبَحُوا) فعل مضارع منصوب بأن، وان وما في حيّزها في تأويل مصدر منصوب بنزع الخافض أي بأن تذبحوا بقرة (بَقَرَةً) مفعول به (قالُوا) : فعل وفاعل (أَتَتَّخِذُنا) الهمزة للاستفهام الاستنكاري وتتخذنا: فعل وفاعل مستتر ومفعول به أول (هُزُواً) مفعول به ثان والجملة الفعلية مقول القول (قالَ) فعل ماض وفاعله هو وجملة (أَعُوذُ بِاللَّهِ) مقول القول (أَنْ أَكُونَ) أن وما في حيزها مصدر منصوب بنزع الخافض أي من أن أكون واسم أكون مستتر تقديره أنا (مِنَ الْجاهِلِينَ) خبرها.

جامع الدروس العربية (3/ 6)

وغيرُ الصريحِ ثلاثةُ أقسام مُؤوَّلٌ بمصدر بعدَ حرفٍ مصدَريٍّ، نحو "علِمتُ أنكَ مجتهدٌ، وجملةٌ مُؤوَّلة بمفردٍ، نحو "ظننتك تجتهد" وجارٌّ ومجرور، نحو "أمْسكْتُ بيدِكَ" وقد يَسقُطُ حرفُ الجرِّ فينتصبُ المجرورُ على أنه مفعولٌ به. ويُسمّى "المنصوبَ على نزعِ الخافضِ" فهو يَرجعُ إلى أصلهِ من النصب

 

شرح ابن عقيل على ألفية ابن مالك (2/ 153)

وحاصله: أن الفعل اللازم يصل إلى المفعول بحرف الجر ثم إن كان المجرور غير أن وأن لم يجز حذف حرف الجر إلا سماعا وإن كان أن وأن جاز ذلك قياسا عند أمن اللبس وهذا هو الصحيح.

شرح الأشمونى لألفية ابن مالك (1/ 443)

فإن خيف اللبس امتنع الحذف، كما في: "رغبت في أن تفعل، أو عن أن تفعل"؛ لإشكال المراد بعد الحذف.

 

أوضح المسالك إلى ألفية ابن مالك (2/ 162)

وقياسي، وذلك في أن وأن وكي1، نحو: {شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا

هُوَ} 1، ونحو: {أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُم} 2، ونحو: {كَيْ لا يَكُونَ دُولَة} 3، أي بأنه، ومن أن جاءكم، ولكيلا، وذلك إذا قدرت "كي" مصدرية، وأهمل النحويون هنا ذكر "كي"،

 

Lafadz لُغَةً meskipun memperkirakan arti فِى, akan tetapi tidak memungkinkan dianggap sebagai maf’ul fih/dharaf. Hal ini karena secara arti lafadz لُغَةً tidak menunjukkan “keterangan waktu” maupun “keterangan tempat”. Karena demikian, nashabnya lafadz لُغَةً dianggap karena adanya pembuangan huruf jer فِى atau biasa disebut dengan manshub ‘ala naz’i al-khafidl).

 



[1]Jika kita mencoba menganalisis manshub ‘ala naz’i al-khafid yang bersifat sama’iy ini, akan kita dapati bahwa anggapan/klaim sebuah lafadz sebagai manshub ‘ala naz’i al-khafid merupakan bentuk alternatif terakhir dari sekian alternatif manshubat al-asma’ yang ada, maksudnya; lafadz لُغَةً, إِصْطِلَاحًا dan شَرْعًا yang merupakan mashdar tidak memungkinkan untuk diarahkan menjadi;

a)      maf’ul mutlaq, karena ia tidak sedang menunjukkan penguatan makna (تَوْكِيْدٌ) intensitas (عَدَدٌ) maupun model (نَوْعٌ)

b)      maf’ul li ajlih, karena ia tidak sedang menunjukkan alasan dilakukannya sebuah pekerjaan

c)       maf’ul fih/dharaf, karena ia tidak sedang menunjukkan keterangan waktu maupun keterangan tempat.

sehingga untuk menyikapi hal ini ulama’ mengarahkannya kepada konsep manshub ‘ala naz’i al-khafid yang bersifat sama’iy.

[2] Mashdar mu’awwal merupakan lafadz yang sebenarnya bukan mashdar, akan tetapi dihukumi mashdar karena dimasuki oleh huruf mashdariyyah, huruf mashdariyyah jumlahnya ada enam yaitu أَنْ. أَنَّ, مَا, لَوْ, كَيْ dan هَمْزَةُ التَّسْوِيَةِ. Akan tetapi dalam konteks manshub ‘ala naz’i al-khafid huruf mashdariyyah yang dipakai hanya terbatas pada أَنْ, أَنَّ dan كَيْ saja.

[3]Cara mudah untuk mendeteksi apakah lafadz yang dimasuki huruf mashdariyyah yang berupa أَنْ atau أَنَّ, termasuk dalam kategori manshub ‘ala naz’i al-khafid ataukan bukan, kita dapat melihat; apakah fi’il yang jatuh sebelumnya merupakan fi’il yang muta’addi dengan menggunakan huruf jer ataukah bukan. Jika fi’il yang jatuh sebelumnya merupakan fi’il yang dimuta’addikan dengan menggunakan huruf jer, maka hampir bisa dipastikan mashdar mu’awwal yang dimasuki huruf mashdariyyah berupa أَنَّ atau أَنَّ yang jatuh setelahnya merupakan mansub ‘ala naz’i al-khafid. Contoh: أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ أَكُوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ

(lafadz أَنْ أَكُوْنَ dapat kita pastikan sebagai mansub ‘ala naz’i al-khafid karena fi’il yang jatuh sebelumnya/أَعُوْذُ merupakan fi’il yang dimuta’addikan dengan menggunakan huruf jer, sebagaimana kita kenal dalam banyak contoh, seperti:

*         أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

*         أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الْكُفَّارِ

*         . قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِنْ شَرِّ مَاخَلَقَ dan contoh-contoh lainnya.

contoh lainnya.

Posting Komentar untuk " مَنْصُوْبٌ عَلَى نَزْعِ الْخَافِضِ"