Sebagai seorang murid sikap taat dan hormat kepada sang guru sudah seharusnya melekat di hati dan diri mereka, terlebih mereka sedang menyandang gelar “santri”. Menurut Rizki (2010: 3-4) Istilah santri merujuk pada seseorang yang mengikuti seorang guru (Kyai) kemanapun pergi atau menetap dengan tujuan dapat belajar keilmuan kepadanya. Hal ini juga senada dengan definisi santri menurut Mansur Hidayat (2016: 387) bahwasanya santri ialah orang yang belajar agama islam dan mendalami Islam di sebuah pesantrian (pesantren) yang menjadi tempat belajar bagi santri.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab keberhasilan seorang pelajar, baik santri ataupun bukan, adalah bagaimana mereka menghormati dan memuliakan gurunya. Memuliakan dan menghormati seorang guru memiliki peran yang sangat penting dibalik kesuksesan seorang santri. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Burhanuddin az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim bahwa seseorang tidak akan mendapatkan ilmu jika ia tidak memuliakan ilmu dan juga ahli ilmu,
اِعْلَمْ بِأَنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ لاَ يَنَالُ الْعِلْمَ وَلاَ يَنْتَفِعُ بِهِ اِلَّا بِتَعْظِيْمِ الْعِلْمِ وَأَهْلِهِ وَتَعْظِيْمِ الْأُسْتَاذِ وَتَوْقِيْرِهِ.
قِيْلَ مَا وَصَلَ مَنْ وَصَلَ اِلَّا بِالْحُرْمَةِ، وَمَا سَقَطَ مَنْ سَقَطَ اِلاَّ بِتَرْكِ الْحُرْمَةِ
Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya seorang pelajar tidak akan bisa mendapatkan ilmu dan manfaat ilmu kecuali dengan menghormati ilmu dan orang yang berilmu, memuliakan guru dan menghormatinya. Dikatakan bahwasanya tidak sukses orang yang telah sukses kecuali dengan hormat, dan tidak gagal orang gagal kecuali disebabkan tidak hormat. (Imam az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim fi Thariqit Ta’allum, [Daru Ibn Katsir: 2014], halaman 55).
Dari penjelasan yang dipaparkan oleh Imam az-Zarnuji ini, pelajar atau murid di era sekarang ini banyak yang tidak mengindahkan penghormatan kepada guru-gurunya. Bahkan tidak sedikit yang berani melawan kepada gurunya sehingga ia kesulitan untuk mendapatkan ilmu dan manfaatnya. Melihat konsekuensi yang harus diterima cukup berat, oleh karena itu dalam hubungan murid kepada guru sangat perlu untuk memperhatikan adab-adab murid kepada guru, dengan harapan perbuatan tidak menghormat bahkan melawan kepada guru tidak lagi terulang.
Beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seorang murid tatkala harus berinteraksi dengan gurunya sebagaimana yang telah dibasihatkan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya yang berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ Rasail al-Imam al-GhazaliI sebagai berikut:
آداب المتعلم مع العالم: يبدؤه بالسلام ، ويقل بين يديه الكلام ، ويقوم له إذا قام ، ولا يقول له : قال فلان خلاف ما قلت ، ولا يسأل جليسه في مجلسه ، ولا يبتسم عند مخاطبته ، ولا يشير عليه بخلاف رأيه ، ولا يأخذ بثوبه إذا قام ، ولا يستفهمه عن مسألة في طريقه حتى يبلغ إلى منزله، ولا يكثر عليه عند ملله
Artinya, “Adab murid terhadap gurunya, yakni: mendahului beruluk salam, tidak banyak berbicara di depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda”, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.”
Dari Ibarot diatas dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat sepuluh adab seorang murid kepada gurunya, dan salah satunya adalah murid hendaknya tidak menunjukkan perbedaan pendapat dengan guru secara terang-terangan. Menjadi wajar apabila seorang murid memiliki pandangan yang berbeda dengan gurunya tentunya dengan berbagai macam pertimbangan. Namun apabila hal tersebut terjadi, seorang murid tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui oleh banyak orang. Lebih baik murid tersebut meminta komentar sang guru mengenai pendapatnya yang berbeda. Cara tersebut lebih sopan dari pada harus menunjukkan sikap kontra dengan guru di hadapan teman-temannya.
Lebih disebabkan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Burhanuddin az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim bahwa tidak sedikit murid yang tidak mengindahkan penghormatan kepada guru-gurunya, bahkan yang berani melawan kepada gurunya sehingga ia kesulitan untuk mendapatkan ilmu dan manfaatnya.
Wallahu a’lam
.
.
Oleh : Muhammad Syafi' Wachidi
Posting Komentar untuk "Kulo Ijtihad Sendiri (Celetuk Seorang Santri) "