Harga menurut kacamata Ekonomi Islam


Telah kita ketahui bersama bahwa harga termasuk salah satu rukun dari akad jual beli, harga dalam bahasa arab disebut dengan Al-tsaman (الثمن) dan Al-S’iru (السعر). 

Perbedaan Al-tsaman (الثمن) dan Al-tas’ir (التسعير) !

 Keduanya memiliki arti yang serupa, yakni adalah harga dalam bahasa indonesia, namun dalam kajian ilmu ekonomi islam, keduanya memiliki makna berbeda.

 Al-tsaman (الثمن) adalah harga, namun الثمن lebih dipakai untuk barang-barang yang nominalnya di tentukan oleh hukum permintaan dan penawaran, seperti beras, minyak, sembako, dan lain-lainnya.

Barang-barang yang telah disebutkan harga nominalnya dibentuk oleh banyak atau sedikitnya permintaan dari konsumen. Jika permintaan konsumen meningkat, maka harga akan melambung naik, namun jika permintaan konsumen menurun, maka harga akan turun. Inilah yang disebut dengan pembentukan harga secara alamiah.

 Sedangkan Al-tas’ir (التسعير) adalah harga juga, namun التسعير adalah harga yang ditentukan oleh pemerintah atau lembaga yang mempunyai otoritas akan hal tersebut, seperti bahan bakar minya (BBM), dimana harganya ditentukan oleh pemerintah, artinya pemerintah mempunyai wewenang atau hak untuk kemudian menaikkan harga BBM. Naik turunnya harga BBM lebih disebabkan bukan karena banyak atau sedikitnya permintaan konsumen.

 Sebagian para ilmuan Ekonomi Konvensional membulatkan pemahaman bahwa harga barang apapun dibentuk karena adanya yang meregulasi yang kemudian diistilahkan dengan invisible hand (campur tangan yang tidak kelihatan), terkait konsep ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW, dimana sekelompok masyarakat pada waktu itu mengadu kepada Baginda Nabi untuk menentukan harga pasar sebab harga sedang tidak stabil, kemudian Nabi menjawab bahwa Allah SWT adalah penentu harga.

نيل الأوطار (5/ 260)

 التَّسْعِيرُ: هُوَ أَنْ يَأْمُرَ السُّلْطَانُ أَوْ نُوَّابُهُ أَوْ كُلُّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ أَمْرًا أَهْلَ السُّوقِ أَنْ لَا يَبِيعُوا أَمْتِعَتَهُمْ إلَّا بِسِعْرِ كَذَا، فَيُمْنَعُوا مِنْ الزِّيَادَةِ عَلَيْهِ أَوْ النُّقْصَانِ لِمَصْلَحَةٍ قَوْلُهُ: (الْمُسَعِّرُ) فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُسَعِّرَ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى، وَأَنَّهَا لَا تَنْحَصِرُ فِي التِّسْعَةِ وَالتِّسْعِينَ الْمَعْرُوفَةِ وَقَدْ اُسْتُدِلَّ بِالْحَدِيثِ وَمَا وَرَدَ فِي مَعْنَاهُ عَلَى تَحْرِيمِ التَّسْعِيرِ وَأَنَّهُ مَظْلِمَةٌ وَوَجْهُهُ أَنَّ النَّاسَ مُسَلَّطُونَ عَلَى أَمْوَالِهِمْ، وَالتَّسْعِيرُ حَجْرٌ عَلَيْهِمْ، وَالْإِمَامُ مَأْمُورٌ بِرِعَايَةِ مَصْلَحَةِ الْمُسْلِمِينَ وَلَيْسَ نَظَرُهُ فِي مَصْلَحَةِ الْمُشْتَرِي بِرُخْصِ الثَّمَنِ أَوْلَى مِنْ نَظَرِهِ فِي مَصْلَحَةِ الْبَائِعِ بِتَوْفِيرِ الثَّمَنِ وَإِذَا تَقَابَلَ الْأَمْرَانِ وَجَبَ تَمْكِينُ الْفَرِيقَيْنِ مِنْ الِاجْتِهَادِ لِأَنْفُسِهِمْ، وَإِلْزَامُ صَاحِبِ السِّلْعَةِ أَنْ يَبِيعَ بِمَا لَا يَرْضَى بِهِ مُنَافٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ} [النساء: 29] وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ

وَرُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ يَجُوزُ لِلْإِمَامِ التَّسْعِيرُ وَأَحَادِيثُ الْبَابِ تَرُدُّ عَلَيْهِ وَظَاهِرُ الْأَحَادِيثِ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ حَالَةِ الْغَلَاءِ وَحَالَةِ الرُّخْصِ، وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْمَجْلُوبِ وَغَيْرِهِ، وَإِلَى ذَلِكَ مَالَ الْجُمْهُورُ وَفِي وَجْهٍ لِلشَّافِعِيَّةِ جَوَازُ التَّسْعِيرِ فِي حَالَةِ الْغَلَاءِ وَهُوَ مَرْدُودٌ.

 Kesimpulannya, sebagian ilmuan Ekonomi Konvensional mengadopsi konsep harga dari hadits Nabi Muhammad SAW yang kemudian di kenal dengan konsep invisible hand (campur tangan yang tidak kelihatan), dan ini dikemukakan oleh Adam Smith yang mendapat julukan bapak Ekonomi Konvensional.

 Analisis kami bahwa, esensi harga pasar telah diatur oleh Allah SWT, namun Allah SWT mewakilkan kepada pemerintah atau lembaga yang mempunyai wewenang untuk menentukan kebijakan harga pasar dengan seadil-adilnya, dengan demikian harga akan menjadi stabil.

Oleh : David Rosyidi

Posting Komentar untuk "Harga menurut kacamata Ekonomi Islam"