Merileksasi Kehidupan Melalui Ibadah Tafakur


Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad yang lahir pada malam senin 5 Shafar 1044 hijiriah / 1624 masehi di Subair, yakni pinggiran kota Tarim, Hadramaut Yaman. Habib Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai ulama yang dianugrahi bermacam-macam keistimewaan. Salah satunya yakni ketika ia berumur 4 tahun, ia mengalami gangguan pada penglihatannya, akan tetapi hal tersebut tidak menjadi kendala dalam menghafal Al-Qur’an dan menuntut ilmu.

  Keluasan dan kedalaman ilmu terlihat dengan banyak tulisan-tulisan dari penanya yang menghasilkan karya agung. Karya Habib Abdullah tersebut banyak menjadi rujukan penting bagi para pengkaji ilmu untuk menuju Allah SWT dan Rasulnya melalui jalan tasawuf. Adapun karya-karya beliau menekankan pada pembersihan hati dan akal dari berbagai penyakit yang mengotorinya.

Salah satu kitab karangan beliau yang banyak dikaji ialah Risalatul Muawanah. Dimana didalamnya banyak berisakan mutiara-mutiara hikmah yang menggugah hati para pembaca. Pada kitab Risalatul Muawanah terdapat bagian mengenai tafakur.

Menarik jika kita kaji secara mendalam bagian tafakur dengan kehidupan manusia modern sekarang. Dimana dalam kehidupan modern ini, banyak urusan-urusan dunia yang menyibukkan kita, teknologi yang semakin canggih dan cepat, sangat memudahkan kita dalam melakukan aktifitas. Dengan segala kesibukan urusan-urusan dunia yang banyak, dan teknologi yang sangat cepat tersebut telah membuat kita terlupa akan memaknai hidup.

Dalam bagian kitab Risalatul Muawanah mengenai tafakur tentunya mengingatkan kita akan perlunya memberi waktu untuk jarak atau spasi dari kesibukan dunia. Tujuan dari hal tersebut memberi penyegaran dan pemaknaan akan kehidupan masa lalu, kehidupan masa sekarang dan masa depan yang lebih harmonis.

Tafakur sendiri merupakan ibadah yang sangat terpuji dalam Islam, hal tersebut terbukti dengan perkataan sahabat Ali bin Abi Thalib ra, yakni :

لا عبادة كاالتفكر

  “tidak ada ibadah seperti tafakur.

Selain itu bertafakur juga dapat membantu kita mencari hikmah-hikmah atau pemaknaan hidup yang hilang, seperti didalam hadist Nabi SAW :

الحكمة ضالة المؤمن أينما وجدها اخذها أ

adapun hikmah merupakan barang hilangnya orang mukmin, dimanapun menemukannya maka mengambilnya orang mukmin."

  Mengapa kita sangat perlu melakukan tafakur?, jawabannya ialah, karena kita bukan seperti keledai yang diajari Nasrudin Hoja membaca dengan menyisipkan makanan disetiap lembar buku yang dibuka oleh keledai tersebut.

      Bukankah itu sindiran bagi kita, agar setiap memulai sesuatu dalam kehidupan perlunya kita bertafakur untuk memberikan pemaknaan atas apa yang kita lakukan. Dengan bertafakur pula dapat mengevaluasi, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kehidupan.

   Mari kita bedakan waktu yang kita lalui setiap saatnya dengan seekor keledai yang ssedang membaca buku!.


Oleh: Ashlahuddin

Posting Komentar untuk "Merileksasi Kehidupan Melalui Ibadah Tafakur"