Kucing, mamalia imut yang harus diwaspadai!


Oleh
Moh. Riki Nur Rivaldi
Santri PP. Al-Bidayah

Seringkali hal yang nampak biasa saja dan dianggap lumrah oleh kita ternyata mempunyai konsekuensi besar bagi kita. Konsekuensi tersebut adakalanya menguntungkan dan adakalanya merugikan. Memakai baju baru disaat hari raya misalnya, meskipun terkesan lumrah dan sudah menjadi adat bagi kalangan masyarakat, ternyata memang memakai baju baru disaat hari raya adalah sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Sedangkan, untuk konsekuensi yang merugikan diantara contohnya adalah perihal bulu kucing. Mengapa dengan bulu kucing? Dibalik lucu dan imutnya seekor kucing, ternyata terdapat hal yang harus diwaspadai ketika berinteraksi dengan hewan mamalia ini, utamanya pada rontokan bulu yang menempel pada baju kita. Karena disebutkan di dalam salah satu dari hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Abi Said Al-Khudri, Nabi Muhammad ditanyai mengenai hukum jubah yang terbuat dari punuk unta dan pantat kambing. Beliau bersabda

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيّ رَضِي الله عَنهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَّ سُئِلَ عَنْ جِبَابِ أَسْنِمَةِ الْإِبِلِ وَأَلْيَاتِ الْغَنَمِ فَقَالَ مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ وَفِي رِوَايَة مَا قُطِعَ مِنْ بَهِيمَةٍ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ

Hadis diatas menjelaskan bahwa setiap anggota tubuh yang terpotong maka hukumnya sebagaimana hukum bangkai hewan tersebut. Dalam artian jika hewan tersebut saat menjadi bangkai adalah suci semisal belalang dan ikan maka anggota tubuh yang terpotong darinya pada saat hewan tersebut masih hidup hukumnya juga suci. Sebaliknya, jika status hewan saat menjadi bangkai hukumnya najis seperti sapi, ayam, dan kucing, maka anggota tubuh yang terpotong dari hewan tersebut saat masih hidup juga dihukumi najis. Namun, hadis ini dikhususkan (takhsis) oleh ayat Al-Qur’an surat An-Nahl ayat:80.

أسنى المطالب في شرح روض الطالب (1/ 11)

فَإِنَّ عُمُومَ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَا قُطِعَ مِنْ بَهِيمَةٍ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ، وَفِي رِوَايَةٍ «مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ» خُصَّ بِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ} [النحل: 80]

Sehingga, pemahaman umum seluruh anggota badan yang terpotong dalam hadis diatas mengecualikan rambut dan bulu hewan. Untuk rambut atau bulu yang terpotong/terlepas dari hewan pada saat hewan tersebut masih hidup, terdapat perincian lagi terkait hukum bulu. Hal ini diklasifikasiskan mejadi dua:

1. Jika hewannya adalah hewan yang halal dimakan seperti ayam, sapi, kambing dan lainnya maka status bulu atau rambut yang terlepas dari hewan tersebut saat masih hidup adalah suci.

Yang perlu untuk menjadi catatan pada poin pertama ini adalah bilamana bulu yang terlepas tersebut memang tidak bersamaan dengan daging yang terpotong dari hewan ini. Apabila dalam kondisi seperti itu maka status bulunya menjadi najis mengikuti dari hukum dagingnya.

2. Jika hewannya adalah hewan yang haram dimakan seperti kucing, harimau, rajawali dan semacamnya maka hukum bulunya yang terlepas saat masih hidup adalah najis.

Namun, perlu diperhatikan bahwa hukum najis ini adalah najis yang dima’fu apabila kadar dari bulu tersebut tidaklah banyak, atau juga dima’fu dalam kadar banyak, namun hanya bagi orang yang memang pekerjaannya berkecimpung dengan bulu hewan tersebut seperti halnya dokter hewan atau pencukur bulu hewan.

اْلبَاجُوْرِيْ ج 2 ص 571 دار الكتب الاسلامية

قَوُْلُهُ : (اَيْ الْمَقْطُوْعُ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ) اَيْ كَالْمَعْزِ مَا لَمْ يَكُنْ عَلَى قِطْعَةِ لَحْمٍ تُقْصَدُ اَوْ عَلَى عُضْوٍ اُبِيْنَ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ, وَاِلاَّ فَهُوَ نَجِسٌ تَبْعًا لِذَلِكَ. وَخَرَجَ بِاْلَمأْكُوْلِ غَيْرُهُ كَالْحِمَارِ وَالْهِرَّةِ فَشَعْرُهُ نَجِسٌ, لَكِنْ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ بَلْ وَعَنْ كَثِيْرِهِ فِيْ حَقِّ مَنْ اُبْتُلِيَ بِهِ كَالْقَصَّاصِيْنَ

Ucapan mushonnif : (maksudnya, rambut yang terpotong dari hewan yang dapat di makan dagingnya) seperti kambing, selama (bulu) tersebut (tidak berada) di potongan daging (hewan tersebut) yang sengaja di potong atau (selama) tidak pada potongan daging dari hewan yang dapat dimakan dagingnya. Jika (tidak memenuhi syarat ini) maka (hukum bulunya) adalah najis karena mengikuti hukum dagingnya. Dikecualikan dari hewan yang dpat dimakan dagingnya yakni hewan yang tidak dpat dimakan dagingnya seperti keledai dan kucing. Sehingga bulunya dihukumi najis tetapi di ma’fu dalam kadar yang sedikit dan bahkan dalam kadar yang banyak (namun terkhusus) bagi orang yang memang tersibukkan dengan bulu hewan seperti tukang cukur bulu hewan.

Kesimpulannya hukum dari bulu kucing yang rontok adalah najis namun dimakfu apabila dengan kadar yang sedikit (seperti 2 atau 3 helai) atau dalam kadar yang banyak bagi orang yang memang tidak bisa terpisahkan dengan bulu kucing seperti dokter hewan atau tukang cukur hewan.

Posting Komentar untuk "Kucing, mamalia imut yang harus diwaspadai!"