Pesantren
Al-bidayah merupakan salah satu pesantren yang memiliki kelas Takhossus. Santri
yang masuk dalam kelas takhossus diberi materi pembelejaran yang cukup berbeda
dengan kelas-kelas yang lain. Maklum. Karena kemampuan mereka dinilai lebih
tinggi dari santri-santri yang lain. Di kelas takhosus mereka dituntut untuk
bisa bermusyawarah (Bahtsul Masai’il) kitab-kitab fikih.
Suatu
ketika santri takhossus bernama Romi sedang beli-beli di koperasi pesantren.
Dia membeli mie instan. Namun anehnya, santri baru yang bernama Agus melihat
Romi ketika hendak membayar makanan yang dia beli, Romi tidak mengatakan “saya
beli mie instan”. Padahal menurut Agus, seharusnya Romi wajib mengatakan itu,
karena kata-kata tersebut di dalam kitab Fathul Qorib yang Agus pelajari di
kelasnya adalah salah satu syarat sahnya akad jual beli.
Akhirnya,
karena Agus jengkel dengan kelakuan Romi tersebut, ia langsung mendatangi dan
menyalahkan Romi kerena tadi ketika dia membeli mie instan di koperasi tidak
mengatakan “saya beli mie instan”?
Agus
: “mas, mie isntan yang samean beli tidak sah. Karena tadi samean beli mie
instan di koperasi tidak mengatakan “saya beli mie instan”. ? padahal di dalam
kitab fathul qorib hukumnya wajib.
mendengar
perkataan Agus yang meyalahkan dirinya tersebut membuat romi tertawa dan
senang. Karena santri yang notabenenya masih baru sudah paham tentang
persyaratan jual-beli. Akhirnya Romi pun menanggapi yang Agus katakan.
Romi
: “benar kamu Agus, di dalam kitab fathul qorib, mengatakan “saya beli mie
instan” memang wajib. Karena merupakan syarat sah jual beli. Namun, di kitab-kitab
fikih yang lain, ada ulama yang memperbolehkan jual beli tanpa mengucapkan
akad. Dan itu dinamakan dengan Bay’ul Mu’athoh . sebagaimana yang diungkapkan
oleh Syekh Abu Bakar Ibn Abdil Mu’min di dalam kitab Kifayatul Akhyar.
كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار
(ص: 233
وَلَو لم يُوجد
إِيجَاب وَقبُول بِاللَّفْظِ وَلَكِن وَقعت معاطاة كعادات النَّاس بِأَن يُعْطي
المُشْتَرِي البَائِع الثّمن فيعطيه فِي مُقَابلَة البضاعة الَّتِي يذكرهَا
المُشْتَرِي فَهَل يَكْفِي ذَلِك الْمَذْهَب فِي أصل الرَّوْضَة أَنه لَا يَكْفِي
لعدم وجود الصِّيغَة وَخرج ابْن سُرَيج قولا أَن ذَلِك يَكْفِي فِي المحقرات
وَبِه أفتى الرَّوْيَانِيّ وَغَيره والمحقر كرطل خبز وَنَحْوه مِمَّا يعْتَاد
فِيهِ المعاطاة وَقَالَ مَالك رَحمَه الله تَعَالَى ووسع عَلَيْهِ ينْعَقد البيع
بِكُل مَا يعده النَّاس بيعا
Mendengar tanggapan Romi tersebut akhirnya Agus paham dan mendapatkan ilmu baru tentang Bay’ul Mu’athoh yang masih belum ia pelajari di dalam kelasnya. Berkat jawaban Romi tersebut membuat agus tambah semangat belajar, agar kelak bisa masuk kelas Takhossus seperti mas Romi yang mahir membaca kitab dan ber Bahtsul Masa’il.
Oleh: Ahmad Fauzi
Posting Komentar untuk "Jual beli tanpa sighot (Bai' Al-Muathoh)"