Telah dijelaskan dalam kitab ta’limul muta’allim bahwa ilmu itu dibagi menjadi dua; yaitu fiqih dan kedokteran. Dan salah satu cabang dari ilmu kedokteran adalah masalah obat-obatan. Kita tahu bahwa realitas dalam dunia kedokteran, obat-obatan tidak hanya dari hal-hal yang halal saja melainkan terdapat obat-obat yang berasal dari yang haram atau berobat menggunakan hal-hal yang haram dikonsumsi seperti cacing, daging tokek, kencing unta, dan lainnya. Lalu bagaimana hukum mengkonsumsi obat-obatan dan hal-hal yang haram tersebut? Apakah di haramkan secara muthlak atau terdapat pengecualiannya? Hal ini akan kita bahas dalam tulisan singkat ini.
Telah dijelaskan dalam kitab majmu’ syarah muhadzdzab bahwa berobat menggunakan hal-hal yang najis diperbolehkan selama itu selain khamr.
المجموع شرح المهذب (9/ 50)
(وَأَمَّا) التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرِ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيهِ جَمِيعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرُ الْمُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ
“Adapun berobat dengan najis diperbolehkan selain khamr, maka semua najis boleh selain yang memabukkan, ini adalah pendapat imam madzhab (syafi’i), nass, dan kepastian mayoritas ulama”. (Majmu’ Syarah Muhadzdzab, juz 9, halaman 55).
Pendapat di atas di kerucutkan lagi oleh ungkapan dari kitab yang sama bahwa, kebolehan tersebut hanya berlaku jika tidak ditemukan obat selain yang haram yang bisa menggantikan posisinya.
المجموع شرح المهذب (9/ 55)
وَإِنَّمَا يَجُوْزُ التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَةِ إِذَا لَمْ يَجِدْ طَاهِرًا يَقُوْمُ مَقَامَهَا، فَإِنْ وَجَدَهُ حُرِّمَتِ النَّجَاسَاتُ بِلَا خِلَافٍ،
“Sesungguhnya berobat dengan menggunakan benda najis dibolehkan apabila belum menemukan benda suci yang dapat menggantikannya. Apabila telah didapatkan – obat dengan benda yang suci – maka haram hukumnya berobat dengan benda-benda najis, tanpa ada perbedaan pendapat tentang hal ini”. (Majmu’ Syarah Muhadzdzab, juz 9, halaman 55)
kemudian Imam Izzuddin Ibnu Abdissalam dalam kitab Qawa’idul Ahkam fi Mashalihil Anam menuturkan:
جاز التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ إِذَا لَمْ يَجِدْ طَاهِرًا مَقَامَهَا، لِأَنَّ مَصْلَحَةَ الْعَافِيَةِ وَالسَّلَامَةِ أَكْمَلُ مِنْ مَصْلَحَةِ اجْتِنَابِ النَّجَاسَةِ
“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci yang dapat menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan keselamatan lebih diutamakan daripada mashlahat menjauhi benda najis” (juz 1, halaman 146).
Kesimpulannya, diperbolehkan berobat menggunakan benda najis jika memang tidak menemukan benda suci yang bisa mengantikannya atau obat yang sudah jelas kesuciannya. Terkecuali khamr, ulama sepakat bahwa mengkonsumsi khamr[1] atau sesuatu yang memabukkan adalah HARAM bahkan sebagai pengobatan. Hal ini dijelaskan dalam kitab majmu’ syarah muhadzdzab bahwa haram mengkonsumsi khamr meskipun dalam keadaan terpaksa. Bahkan ketika terpaksa dihadapkan pada dua pilihan antara khamr dan air seni, maka wajib baginya untuk meminum air seni.
المجموع شرح المهذب (9/ 50)
(الثالثة عشر) إذَا اُضْطُرَّ إلَى شُرْبِ الدَّمِ أَوْ الْبَوْلِ أَوْ غَيْرِهِمَا مِنْ النَّجَاسَاتِ الْمَائِعَةِ غَيْرِ الْمُسْكِرِ جَازَ لَهُ شُرْبُهُ بِلَا خِلَافٍ وَإِنْ اُضْطُرَّ وَهُنَاكَ خَمْرٌ وَبَوْلٌ لَزِمَهُ شُرْبُ الْبَوْلِ وَلَمْ يَجُزْ شُرْبُ الْخَمْرِ بِلَا خِلَافٍ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ
“apabila seseorang terpaksa meminum air seni, darah, atau selainnya dari benda-benda najis yang bersifat cair selain sesuatu yang memabukkan maka diperbolehkan, diperbolehkan baginya tanpa ada khilaf. Apabila seseorang terpaksa dan dihadapkan (pilihan) antara air seni dan khamr, maka wajib baginya untuk meminum air seni tersebut dan haram meminum khamr, (keharaman ini) tanpa adanya khilaf seperti yang telah dijelaskan oleh musonnif”. (Majmu’ Syarah Muhadzdzab, juz 9, halaman 55).
_Wallahu A’lam_
一一一一一一一一一一一一一一
[1] Khamr secara umum adalah air perasan anggur yang difermentasi.
Oleh : Huda Nur Karim
Posting Komentar untuk "BEROBAT DENGAN SESUATU YANG HARAM, BOLEHKAH?"