TELAAH HADIS TERPUTUSNYA AMAL SETELAH KEMATIAN SEBAGAI CARA DAN BUKTI KEBERKAHAN HARTA, ILMU DAN ANAK

 

Manusia tidaklah hidup kekal di dunia ini. Manusia atau bahkan seluruh makhluk di dunia ini akan menemui ajalnya sesuai dengan waktu yang telah di tentukan, tidak bisa dimajukan apalagi di tangguhkan[1]. Dan pada saat ruh terlepas dari jasad maka seluruh amal pun juga terputus. Dalam artian tidak ada kesempatan lagi bagi manusia untuk berbuat amal. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadis Nabi Muhammad Saw.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ..........(رواه مسلم)

Namun, di alam lanjutan hadis tersebut di jelaskan bahwa terdapat tiga amal yang tidak akan terputus (pahalanya) meskipun orang yang bersangkutan telah meninggal dunia. Amal yang dimaksud adalah sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak salih yang mendoakan orang tuanya. Berikut hadis lengkapnya

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ[2] انْقَطَعَ عَنْهُ[3] عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ  (رواه مسلم)[4]

Dipandang dari sisi tidak terputusnya pahala tiga amal tersebut, maka tentunya ketiga amal tersebut mengandung unsur istimewa di dalamnya, yang apabila dirumuskan unsur tersebut adalah ‘Barakah’. Dikatakan barakah karena barakah sendiri memiliki arti  كَثْرَةُ الْخَيْرِ وَثُبُوْتُهُ  “Banyak dan tetapnya kebaikan”. Pengertian ini tidaklah terlepas dari makna asal katanya, yakni بِرْكَةٌ yang memiliki arti “Tempat berkumpulnya air”[5]. Karena tempat berkumpulnya air memberikan pengertian bahwa kondisi airnya adalah banyak dan tetap ada. Sehingga, barakah itu identik dengan sebuah kebaikan yang terus menerus ada (langgeng). Dan karena kelanggengannya kebaikan tersebut akan menjadi banyak. Realitanya tiga amal tersebut tidak nihil dalam urusan itu, dibuktikan dengan terus mengalirnya pahala amalnya muskipun pelakunya sudah meninggal dunia.

Para ulama mengklasifikasi dari suatu hal yang bisa diambil barakahnya kepada dua klasifikasi; sesuatu yang memliki sifat syar’i dan telah maklum diketahui seperti Al-Qur’an dan sesuatu yang sifatnya bisa diindrawi dan dirasakan seperti contoh mengajar dan berdoa[6]. Terlepas dari itu, setiap apa yang Allah Swt berikan kepada kita baik berupa harta, ilmu, ataupun keturunan (anak) dan hal lainnya maka sepatutnya kita juga memohon agar yang telah Allah berikan membawa barakah kepada kita[7]. Karena sejatinya barakah juga pemberian dari Allah Swt.

Indikasi paling tampak dari keberkahan sesuatu yang kita miliki adalah kita terus mendapat kebaikan dari apa yang kita miliki. Termasuk dalam hal ini adalah harta, ilmu dan anak.

1.      Harta

Banyak orang diberi harta yang melimpah tapi ia belanjakan hartnaya kepada barang-barang yang sifatnya hanya sebatas hiasan saja. Sementara, kewajiban yang harus ia penuhi dengan hartanya tidak ia lakukan semisal menafkahi keluarganya. Ini adalah sebagian dari gambaran harta yang tidak barakah[8]. Sebenarnya syariat islam tidak melarang pemeluknya untuk memiliki harta yang banyak. bahkan dalam salah satu hadis Rasulullah mengajarkan doa meminta harta yang banyak[9]. Berikut hadis yang dimaksud

اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي

“Yaa Allah, perbanyaklah harta dan anakku, dan berkahilah terhadap apa yang telah enkau berikan kepadaku”

Namun, dalam hadis tersebut catatanya adalah harta yang dimaksud bisa membawa barakah. Sementara, hadis tentang terputusnya amal -sebagaimana disebutkan diawal- memberikan isyarat bahwa agar harta menjadi barakah -dengan kebaikannya bisa terus kita peroleh bahkan sampai kita telah meninggal dunia- salah satu caranya adalah dengan menyedekahkan harta itu.

2.      Ilmu

Marak terjadi kenakalan dikalangan pelajar bahkan kaum santri. Seakan ilmu yang mereka dapat dari proses belajar tidak punya pengaruh sama sekali dalam perubahan akhlak dan moral mereka ke arah yang lebih baik. Marak juga terjadi orang yang terpelajar menjadi angkuh dan sombong bahkan sampai merendahkan orang lain gara-gara ia merasa punya kelebihan daripada orang yang ia rendahkan. Terkahir, marak juga terjadi orang yang memiliki ilmu tidak mau membagikan ilmunya gara-gara ia takut tersaingi muridnya. Dampaknya ilmu yang ia punya beku dan tidak dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

Hal-hal tersebut diantara banyaknya contoh dari ilmu yang tidak membawa barakah kepada pemiliknya. Ilmu yang barakah adalah ilmu yang memberikan manfaat kepada pemilik ilmu dan kepada orang lain. Dalam artian ilmu tersebut dapat menjadi tameng pelindung bagi pemiliknya untuk tidak berbuat akhlak yang tercela dan menjadi tombak yang membawa pemiliknya melesat jauh untuk melakukaanaln ketaatan[10] Ditambah lagi ilmu itu bisa membawa manfaat kepada orang lain. Dalam hadis terputusnya amal setelah kematian diatas disebutkan bahwa salah satu amal yang tidak terputus meskipun pelakunya telah meninggal dunia adalah ilmu yang dimanfaatkan. Karena salah satu dari bentuk keberkahan ilmu adalah ketika orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu tersebut[11]. Cara agar ilmu itu bisa memberikan faidah kepada orang lain -sebagaimana yang diterangkan oleh para pensyarah hadis terputusnya amal setelah kematian- adalah dengan mengarang tulisan tentang ilmu atau dengan mengajarkan ilmu tersebut[12].

3.      Anak

Anak adalah aset terbesar sebuah keluarga. Sukses tidaknya keluarga salah satu indikasinya adalah dapat dilihat dari baik atau tidaknya kualitas anak dalam kelaurga tersebut. Sehingga, pendidikan bagi anak baik secara lahiriyah maupun ruhaniyah harus dipupuk sedari kecil. Orang tua harus terlibat aktif dalam pengembangan ilmu dan akhlak anaknya.

Namun, realitas yang jamak terjadi bahwa anak-anak sering mengabaikan perintah dan mengindahkan nasihat-nasihat orang tuanya. Dimana anak lebih nyaman bercengkrama dengan teman-temannya, bahkan bisa semalam suntuk daripada bercengkrama dengan orang tuanya yang hanya seperti burung di dalam sangkar (tidak merasa nyaman).

Demikianlah kiranya gambaran memiliki anak, tetapi tidak membawa keberkahan. Sementara, dalam hadis terputusnya amal setelah kematian disebutkan salah satu ciri-ciri anak yang membawa keberkahan adalah ketika memiliki anak yang saleh[13] dan mau mendoakan kedua orang tuannya yang sudah meninggal tersebut. Dan hal ini tentu tidaklah lepas dari peran orang tua yang mendidiknya baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dengan mengirimkan anaknya di pondok pesantren. Adanya peran inilah yang menjadikan anak yang saleh dan mendoakan orang tua menjadi salah satu dari amal yang tidak terputus pahala meskipun yang bersangkurtan telah meninggal dunia[14].

            Barakah dapat disimpulkan sebagai tambah dan tetapnya sebuah kebaikan. Dan semua hal yang baik mungkin untuk juga terdapat unsur keberkahan di dalamnya, termasuk segala sesuatu yang kita punya, seperti harta, ilmu, dan anak. Untuk mengetahuinya adalah dengan melihat apakah apakah dari sesuatu yang kita punya tersebut terdapat unsur kabaikan yang terus bertambah dan kebaikannya langgeng apa tidak. Hadis terputusnya amal setelah kematian menjadi gambaran yang kongkret untuk menampilkan cara dan bukti adanya keberkahan dalam harta, ilmu, dan anak.

            Cara mendapatkan barakah harta adalah dengan mensedakahkan harta tersebut agar menjadi sedekah jariyah. Sedangkan, untuk ilmu cara mendaatkan keberkahannya adalah dengan menjadikan ilmu tersebut bermanfaat untuk orang lain dengan cara mengajarkannya atau menulis sebuah karanagan ilmu. Terakhir, untuk mendapatkan keberkahan anak adalah dengan mendidik anak tersebut dengan ilmu dan akhlak yang baik agar kelak anak tersebut menjadi anak yang saleh dan mau mendoakan orang tauanya. Dan untuk bukti bahwa dengan cara tersebut harta, ilmu, dan anak dapat membawa barakah adalah dengan tidak terputusnya amal seseorang yang melakukan iga amal tersebut. Dan sudah tentu dari hal tersebut kebaikan harta, ilmu, dan anak yang kita miliki akan terus bertambah dan langgeng. Inilah barakah.

Oleh: Moh. Riki Nur Rivaldi





[1] Al-Imran: 185

[2] Dalam sebagian riwayat menggunakan redaksi lafaz ابن ادم

[3] Sebagian riwayat tidak menyebutkan kata عنه

[4] Muslim Qusyairi, Shohih Muslim (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats, t.t.), 1255. Lihat juga Musnad Ahmad hal. 438, Sunan Abi Dawud hal.117, Sunan Tirmidzi (1376)

[5] Majmuah min Al-Bahisin Syekh Alawi bin Abdul Qodir As-Segaf, Mausuah Al-Aqadiyah, vol. 3 (Mauqi’ ad-Dorar, 2007), 170.

[6] Syekh Alawi bin Abdul Qodir As-Segaf, 3:170.

[7] Muhammad Ustaimin, Kitab Al-Ilmi (Maktabah Nurul Huda, t.t.), 68.

[8] Ustaimin, 168.

[9] Abu Abdi Ar-Rahman Abdul Hamid bin Muqaddam, Syarh Ad-Du’a min Al-Kitab wa As-Sunnah (Riyadh: Mutabiah As-Safir, t.t.), 323.

[10] Jamaladin Al-Habasyi, Nusyrati At-Ta’rif fi Fadli Hamalati Al-Ilmi As-Syarif (Jeddah: Dar Minhaj, 1997), 48.

[11] Muhammad ibnu Hibban Abu Hatim Ad-Darimi, Raudhotul Uqala’ wa Nazhatul Fudhola (Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, t.t.), 40.

[12] Muhammad Al-Hasani, al-Tanwir syarh Jami’ al-Shoghir (Riyadh: Maktabah Dar al-Salam, 2011), 208.

[13] Menurut pendapatnya Ibnu Hajar ‘saleh’ yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah ‘mukmin’. Lebih lanjut baca Ali bin Muhammad, Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Masabih. Hal 285.

[14] Syarafuddin Abdullah At-Thoyyibi, Al-Kasyif ’An Haqaiq As-Sunan (Riyadh: Maktabah Al-Mukarromah, 1997), 663.

Posting Komentar untuk "TELAAH HADIS TERPUTUSNYA AMAL SETELAH KEMATIAN SEBAGAI CARA DAN BUKTI KEBERKAHAN HARTA, ILMU DAN ANAK"