Suatu
saat di tengah malam, saat hujan lebat, tidak membawa selembar jas hujan, dan
tidak membawa alat komunikasi apapun ternyata bahan bakar motor kita habis di
tengah hutan lalu kita terpaksa harus mendorong kendaraan kita dalam kegelapan
dan intaian malam, lantas di tengah kita mendorong, saat keringat mulai menguap
dari tubuh, ternyata ada sesorang yang datang menghampiri kita, bukan mendorong
kendaraan kita, justru orang itu menyedot bensin di tangki dengan mulutnya,
kemudian diisikan ke tangki motor kita sehingga keluarlah kita dari hutan
tersebut. Tak hanya itu, orang tersebut mengajak kita mampir ke rumahnya dan
memberikan hidangan hangat kepada kita, dengan penuh keramahan akan tetapi
tidak membuat orang sungkan dan merasa harus membalas budi kepadanya, lengkap
dengan pernik kebaikan lainnya. Dalam kondisi seperti ini kita pasti
mengucapkan “terima kasih yang sebesar-besarnya” atau kita mengucapkan “saya
ucakan beribu terima kasih”, “terima kasih yang tak terhingga” atau bahkan
“saya tidak tau harus bilang apa??”. Semakin tinggi kebaikan orang lain
terhadap kita maka akan semakin besar rasa terima kasih kita terhadap orang tersebut.
Sekarang mari kita melakukan perbandingan, sejak
kapan dan sampai kapan orang tersebut berbuat baik? Dalam waktu sepersekian
saja kita mendapat perlakuan dan pemberian baik dari orang lain mampu membuat
kita memiliki rasa terima kasih yang begitu besar dan mampu membuat kita merasa
ingin balas budi yang begitu besar. Lalu bagaimana jika perlakuan dan pemberian
baik itu dilakukan kapada kita di setiap bulannya, di setiap harinya, di setiap
detiknya bahkan sebelum kita ada nikmat dan kebaikan itu sudah disediakan dan
dipersiapkan untuk kita? Itulah yang Allah senantiasa berikan kepada kita.
Lantas apa kata yang pantas untuk kita ucapkan sebagai wujud terima kasih? Jika
kepada makhluk dengan sepersekian waktu saja kita kebingungan mengucapkan
terima kasih bagaimana dengan pemberian nikmat oleh Allah yang tanpa ada kata
sekian dan sekian waktu bagi kita?. Tentu tidak akan ada padanan kata sebagai
ujud terima kasih yang dapat menyeimbangi pemberian nikmat dari Allah kepada
kita, Baginda Rasulullah pun telah menjelaskan hal ini ; لَا أُحْصِيْ ثَنَاءً
عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
Kalau saja Allah I
tidak mengajari kita bagaimana ucapan untuk mensyukuri nikmat-Nya, niscaya kita
akan kebingungan apa yang harus kita ucapkan sebagai bentuk syukur atas segala
nikmatnya. الْحَمْدُ
لِلهِ segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan
bagaimana mengucap syukur kepada-Nya; dengan kata “الْحَمْدُ لِلهِ”.
“Setelah semua yang kamu lakukan diniati atas nama
Allah, jangan lupa bersyukur, tidak usah bingung, Allah sudah mengajari
bagaimana kamu bersyukur: ucapkanlah الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ”
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Oleh : Moch. Nasiruddin
Disarikan dari: Al-Mukhtashar
al-Mukhtar min tafsir al-Syaikh Mutawalli as-Sya’rawi hal.13
Posting Komentar untuk "Mengapa dalam surat al-Fatihah setelah basmalah diawali dengan kata “Alhamdulillah”?"