Berdakwah Dengan Menggunakan Media Game Mobile Legends Yang Hampir Berujung Kekafiran



 

Latar Belakang Masalah

Mobile legends (ML) merupakan game online yang diciptakan pada 14 Mei 2016 oleh perusahaan moonton di tiongkok-cina. Secara umum Game ini berbasis online, bertemakan peperangan, terdiri dari sepuluh pemain yang dibagi menjadi dua  tim, yang mana setiap dari tim tersebut saling beradu untuk menyerang dan menghancurkan base lawan seraya mempertahankan base sendiri. Dalam waktu singkat, game ini berevolusi menjadi game yang paling digemari oleh mayoritas umat manusia, baik dari kalangan anak-anak, remaja maupun orang tua. Bahkan tercatat mulai dari tahun 2019, Game ini telah menjadi salah satu game yang menjadi perlombaan tingkat inter-nasional.

Pada umumnya, mereka menyukai game ini karena bisa merasakan sensasi yang luar biasa saat memainkannya. Dan mengutip dari laman resmi UM Surabaya, menurut salah satu dosen UM Surabaya, Fakultas Tekhnik, Lukman Hakim memaparkan bahwa game ML ini memiliki 5 dampak positif, yaitu 1. Rasa Sportifitas untuk saling menghargai, 2. Kaya akan taktik, 3. Mengasah kemampuan bekerja sama, 4. Membiasakan diri untuk multi-aktivitas, dan 5. Melatih fokus pada tujuan. Namun mirisnya, disadari atau tidak, selain memiliki berbagai dampak postif yang telah disebutkan di atas, game ini juga telah menjadi salah satu penyebab umat islam meninggalkan ajaran-ajaran agama islam yang dibawa oleh rasulullah SAW.

Banyak dari para pemain game ini yang terbawa emosi dan lepas kontrol saat memainkannya, berkata kotor, mengumpat, mencela, menyebutkan binatang-binatang haram dan sebagainya menjadi lumrah dan bahkan “harus” dilakukan untuk meluapkan emosi saat memainkannya. Memukul teman, merusak barang-barang disekitarnya juga sering kita lihat dari para pemain sebagai media meluapkan emosinya. Lebih ekstrim lagi, hal-hal negatif tersebut telah menjadi budaya dan dibawa pada kehidupan nyata (real life) oleh para pemain game. Tentunya hal ini akan menjadi penyebab terjadinya degradasi moral masyarakat.

Dari berbagai dampak negatif inilah kemudian para pendakwah dan para tokoh agama ditantang untuk terus berupaya untuk meminimalisir atau bahkan menghentikan efek negatif yang ditimbulkan oleh game ini. Memang sudah lumrah kita temukan Para pendakwah atau tokoh agama telah “ber-amar ma’ruf-nahi munkar” untuk meminimalisisr atau bahkan menghentikan efek negatif yang ditimbulkan oleh game ML ini melalui ceramah tentang akhlak dsb, namun para pendakwah atau tokoh agama tidak melulu harus menyampaikan nilai-nilai agama secara monoton di mimbar atau panggung pengajian dengan metode ceramah saja, namun juga harus berupaya menyampaikan nilai-nilai agama sesuai dengan tren yang booming di masyarakat.

Muhammad Abi Azkakia yang akrab dikenal dengan ustadz Abi, beliau merupakan salah satu potret pendakwah muda yang ber-amar ma’ruf nahi munkar melalui game mobile legends ini. Dalam salah satu acara podcash, beliau menjelaskan awal mula beliau bisa ikut bermain game ini, yaitu ketika murid-muridnya sedang asik bermain game ML, sambil sesekali mereka mengumpat dan berkata kotor, beliaupun memperhatikan lalu bergabung untuk menyaksikan murid-muridnya itu, beberapa saat kemudian beliaupun mencoba game ini dengan meminjam HP milik muridnya tersebut, pada saat itulah beliau juga merasakan sensasi yang luar biasa apalagi ketika kalah, rasa ingin mengumpat, berkata jorok dsb muncul, namun beliau tahan karena malu kepada murid-muridnya. Sejak saat itulah beliau memiliki niatan berdakwah untuk sedikit demi sedikit merubah kebiasaan berkata kotor tersebut menjadi ucapan-ucapan dzikir.

Niatan baik itu segera beliau indahkan dengan usahanya, hari demi hari beliau terus memainkan game ini hingga mahir, tanpa berkata kotor, mengumpat dsb. setelah beliau merasa mahir dan bisa mengendalikan emiosinya itu, beliau kemudian mencoba live streaming di aplikasi tik tok dan Instagram dengan tujuan agar dilihat dan dicontoh oleh para penontonnya. Setelah beberapa bulan berlalu, beliau menjadi viral dan banyak penontonnya, hingga mencapai puluhan ribu penonton.

Kini beliau lebih kreatif, beliau memasukkan nuansa islami pada game ML, istilah-istilah dan nama-nama yang ada pada unsur game tersebut diubah menjadi namanama yang islami. Beliau juga mengajak para penonton untuk membaca istighfar sebelum mulai bermain game, mengetik lafadz masyaallah ketika menghancurkan tureth dan membunuh lawan dsb. Dengan demikian beliau berhasil mengubah kebiasaan-kebiasaan berkata kotor, mengumpat yang dilakukan oleh para pemain game menjadi ucapan-ucapan yang baik.

Lebih jauh lagi, beliau juga menjadikan game ML sebagai gambaran peperangan/ jihad melawan kaum kafir. Beliau menggambarkan bahwa timnya merupakan pasukan muslim dan lawannya adalah kaum kafir. Base dan tureth timnya adalah masjid sedangkan base dan tureth dari tim lawan adalah berhala. Mungkin karena hal inilah, saat bermain game ML beliau sering mengucapkan “kaum kafir” dan “kaum munafik” kepada tim lawan meskipun lawan bermainnya itu masih tidak jelas apakah tergolong dari kaum non-muslim atau kaum muslim.

Secara garis besar, hal-hal yang telah diupayakan oleh ust abi Zakaria merupakan bentuk dakwah yang baik dan berdampak serius terhadap kebiasaan para pemain yang sering kali berucap kotor. Namun ada satu hal serius yang harus dibidik dalam konteks dakwah ust. Zakaria ini, yaitu kebiasaan beliau yang sering kali mengucapkan kata-kata kafir kepada tim lawan, meskipun ucapan-ucapan/ klaim “kafir” itu tidak lain hanyalah sebagai media untuk menambah daya Tarik dari dakwah beliau.

Lantas ucapan/klaim “kafir” kepada tim lawan oleh ust. Abi Zakaria ini apakah masih dapat dibenarkan dalam islam? Atau bahkan ucapan/klaim tersebut menjadi “bumerang” sehingga menjadikan ust. Abi Zakaria ini menjadi kafir sebab “mengkafirkan” tim lawan yang muslim?


Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah hukum mengucapkan/ mengklaim kafir kepada seseorang yang belum diketahui “kekafirannya”?


Landasan Rumasan Jawaban

a.      Tidak asing bagi kita hadist Nabi SAW yang berbunyi :

حدثنا إمساعيل قال حدثين مالك عن عبد هللا بن دينار عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال أميا رجل قال ألخيه اي كافر فقد ابء هبا أحدمها.

Terjemahannya: Diriwayatkan dari Isma’il dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Saw bersabda “Seandainya seseorang mengatakan “Wahai Kafir” kepada saudaranya, maka tuduhan kafir tersebut akan kembali kepada salah satu di antara keduanya” (HR al-Bukhari)

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 2/49, meriwayatkan versi lain dari hadits di atas sebagai berikut:

أميا رجل قال ألخيه اي كافر فقد ابء هبا أحدمها إن كان كما قال ، وإال رجعت عليه

Artinya: Siapapun yang berkata pada saudaranya, "Hai kafir!" maka tuduhan itu kembali pada salah satunya apabila ia sebagaimana yang dikatakan. Apabila tidak, maka tuduhan itu kembali pada penuduh.

Secara tekstual, hadist di atas bersifat mutlak, tidak ada Batasan-batasan dan pengecualian-pengecualian, sehingga jika hanya merujuk pada teks hadist ini, ust abi zakaria menjadi kafir sebab mengkafirkan orang-orang muslim. Tentu dengan jawaban yang demikian, akan banyak konskwensi besar atas status kekafirannya, bahkan puncak dari kosnkewensi-konskewnsi itu adalah dihalalkannya darah beliau. Padahal untuk menghukumi kafir kepada seseorang, tidaklah cukup hanya dengan cara merujuk kepada teks hadist di atas saja, melainkan juga perlu adanya pendalaman kajian terhadap teks hadist tersebut, hal ini perlu dilakukan agar tingkat akurasi jawaban dari pertanyaan ini menjadi tinggi atau bahkan tepat.

Maka dalam hal ini, perlulah penulis untuk mengkomparasikan penjelasan-penjelasan dari para pakar mengenai hadist di atas. Misalnya merujuk pada :

1.      Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari, beliau memberikan sebuah komentar mengenai hadis di atas:

واحلاصل أن من أكفر املسلم نظر فان كان بغري أتويل استحق الذم ورمبا كان هو الكافر وإن كان بتأويل نظر ان كان غري سائغ استحق الذم أيضا وال يصل إىل الكفر بل يبني له وجه خطئه ويزجر مبا يليق به

Terjemahnnya: Dan kesimpulannya adalah seseorang yang mengkafirkan seorang Muslim, maka harus diteliti. Apabila ia menuduh tanpa adanya takwil (penjelasan/interpretasi) maka ia pantas mendapatkan celaan dan tak jarang ia sendirilah yang kafir. Dan apabila ia menuduh dengan adanya takwil (penjelasan/interpretasi) maka dipertimbangkan seandainya ia menuduh tanpa alasan yang diperkenankan maka ia pantas mendapatkan celaan, akan tetapi ia tidak sampai derajat kafir. Bahkan, ia harus menunjukkan segi kesalahan orang yang ia tuduhkan kafir serta ia harus menegurnya dengan perbuatan yang pantas. (Ibnu Hajar alAsqalani, Fath al-Bari, [Beirut: Darul Kutub al-Islamiyyah], 209, juz 16 hal. 198).

 

2.      Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muslim, beliau juga mengomentari hadist di atas :

معناه رجعت عليه نقيصته ألخيه ومعصية تكفريه

Terjemahnya: tuduhan itu kembali pada si penuduh dan maksiatnya mengkafirkan sesama.

Beliau juga menambahkan komentarnya

معناه فقد رجع عليه تكفريه ; فليس الراجع حقيقة الكفر بل التكفري ; لكونه جعل أخاه املؤمن كافرا ; فكأنه كفر نفسه ; إما ألنه كفر من هو مثله ، وإما ألنه كفر من ال يكفره إال كافر يعتقد بطالن دين اإلسالم

Terjemahannya: Arti kalimat "pengafirannya kembali padanya (si penuduh)" adalah kembali bukan dalam makna kufur hakiki tapi takfirnya itu. Karena ia telah menuduh sesamanya sebagai kafir maka seakan dia mengafirkan dirinya sendiri terkadang karena ia mengafirkan sesamanya atau karena dia mengafirkan orang yang betul-betul kafir yang berkeyakinan batalnya agama Islam.

 

3.      Prof. Dr. as-Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani, dalam masalah “mengkafirkan orang” beliau memberikan Batasan-batasan yang jelas. Beliau menjelaskan secara gamblang akan keharaman mengklaim kafir kepada orang islam, kecuali :

a. Orang tersebut menafikan adanya pencipta yang maha kuasa (Allah SWT)

b. Orang tersebut telah melakukan kesyirikan nyata yang tidak memungkinkan untuk ditakwili

c. Orang tersebut telah mengingkari terhadap al-ma’lum min al-diin bi al-darurah (sesuatu yang diketahui di dalam agama dengan sangat jelas) seperti masalah ketauhidan, kenabian, dan lain sebagainya.

Sehingga kesimpulan akhir dari beliau mengerucut pada “menvonis kafir terhadap selain dari persoalan-persoalan di atas merupakan perkara yang berbahaya”.

Lebih jauh lagi, Beliau juga memberikan persyaratan orang-orang yang boleh mengklaim kafir kepada seseorang sebagai berikut:

a. Orang yang benar-benar telah mengetahui -dengan cahaya syariat- terhadap pintu-pintu persoalan yang menyebabkan kekafiran, sekaligus jalan keluarnya.

b. Orang yang benar-benar telah mengetahui batas-batas pemisah antara kekafiran dan keimanan menurut hukum syari’at

Tentu dengan adanya dua persyaratan ini, tidak lagi banyak orang yang dengan “gampang” mengkafirkan orang lain.

 

Intisari Pembahasan

Dari berbagai komparasi penjelasan antar para pakar di atas, dapatlah penulis mengambil kesimpulan bahwa “tidaklah boleh mengklaim kafir kecuali kepada orangorang yang telah tampak kekafirannya”, sehingga untuk menjawab rumusan masalah di atas -dengan berlandaskan kajian-kajian menurut para pakar yang telah disebutkanPenulis menjawab bahwa kebiasaan beliau berkata kafir kepada lawan main game adalah sesuatu yang salah dan tidaklah dibenarkan dalam syariat, namun hal tersebut tidak sampai menjadikan beliau kafir dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:

        Beliau adalah orang yang beriman dan tidak menampakkan hal-hal yang membuatnya kafir

        Ucapan-ucapan “kafir” yang talah dilontarkan beliau masih berkatagori membutuhkan ta’wil. Yaitu “ucapan kafir yang beliau lontarkan kepada lawan main tidak lain hanyalah sebagai alat untuk menambah daya tarik dakwahnya, bukan untuk menghukumi/ mengklaim kafir kepada lawannya”.

 

By: Tirto Lukmanul Hakim

Posting Komentar untuk "Berdakwah Dengan Menggunakan Media Game Mobile Legends Yang Hampir Berujung Kekafiran"